Mahkota Surga
Sangat gelap.. menakutkan..
Ayah ibu dimana aku? kenapa semuanya menjadi gelap? Aku berteriak sekencang mungkin karena yakin sekali hari itu tepat siang jam 12.00 tetapi kenapa gelap sekali? Mendengar teriakanku, ayah dan ibu berlari tergopoh-gopoh menghampiri, mereka memelukku sambil terisak, kenapa mereka menangis apa yang sebenarnya terjadi? ini mimpi? aku menampar wajahku berkali-kali tapi ini nyata. Situasi ini membuatku semakin bingung dan cemas, tak butuh waktu lama aku terisak dengan mereka.
O iya. Namaku Adi. Aku anak tunggal, kelas 7 sekolah menengah pertama. Hobiku bermain bola maka setiap sore hari aku bermain dilapang bersama teman-teman. Tidak ada yang istimewa dariku
ataupun kedua orang tuaku, semuanya berjalan seperti biasa saja sampai tragedi hari yang sangat menyedihkan itu terjadi.
Mataku benar-benar tidak bisa melihat, maka ayah dan ibu segera membawaku ke rumah sakit dan merawatku dengan penuh kasih sayang. Mereka selalu menemani setiap saat. Kami selalu berdoa atas kesembuhan. Dan yakin akan sembuh seperti sedia kala.
Tapi takdir berkata lain, tepat pagi hari selepas operasi mataku yang ketiga kali, ayah dan ibu tiba-tiba menangis dan mendengarnya membuat hatiku menjadi sakit bagai teriris. Suara ibu
mengisyaratkan sangat sedih dan lara, seperti halnya ayah, tapi dia berusaha tegar dia tidak mau aku
ikut menangis dan berusaha menguatkan ku beserta ibu.
“Memangnya apa yang tejadi?” tayaku dengan menahan Isak tangis.
“Andi sayang kamu menderita penyakit mata glukoma, dimana bukan matamu yang rusak tapi syaraf matamu yang terganggu, dan sampai saat ini tidak ada pengobatan apapun yang bisa
menyembuhkan penyakit ini.” sambil sedikit terisak ayah mengatakannya.
“Ayah harap kamu kuat dan bersabar. Kamu akan tetap jadi anak ayah dan ibu” kata ayah parau menahan tangis.
Sambil terisak ibu berkata, “Ibu akan selalu bersamamu ibu akan melakukan segala hal demi kesembuhanmu dan berjanji akan selalu membahagiakanmu.”
Bagai petir disiang bolong terasa menggelegar begitu hebat, sampai ke otaku dan menembus ulu hatiku, rasanya sangat menyakitkan. Ya Allah mengapa semua ini terjadi padaku? Apakah aku
sangat berdosa? Sampai kau murka dan mencabut indera penglihatnku? Tak kuasa aku menangis tersedu-sedu sapai tak sadarkan diri.
Ketika kembali siuman aku sudah kembali kerumah, benar saja ucapan ayah. Perbanku Sudah dibuka tapi semua tetap gelap, sangat pusing. Aku berjalan hendak memanggil ibu dan naasnya aku tersandung meja dan jatuh tersungkur. Mendengar suara, ibu dan ayah menghampiriku mereka membangunkan ku dan menangis bahagia karena aku sudah sadar kembali.
Selepas indera penglihatanku menghilang ibu dan ayah memperbaiki dan medekor rumah supaya mudah dilalui, mereka mengajarkan rute-rute apabila aku ingin ke kamar, ke ruang tamu, dapur, dan wc. Mereka telaten dan terus membantu kegiatan belajar mengajar ku.
Di sekolah terkadang aku menangis ketika diejek oleh teman-teman, aku tidak bisa melawan dan hanya diam. Pernah suatu waktu aku berteriak kepada mereka, “memangnya aku ingin buta seperti
ini, tidak mau. Allah yang sangat sayang padaku sehingga dia memberikan keistimewaan ini.” kataku menahan amarah. Mendengar keributan guru beserta ibuku masuk kedalam, mereka meredakan amarahku dan menenangkan teman yang mengejekku. Aku sedikit mendengar ibu menahan supaya tangisya tidak pecah.
Semula aku mengira hilangnya indera penglihatanku adalah kutukan, tapi ibu mebimbingku dan memberi nasihat bahwa ini anugrah dari allah SWT karena dia sangat sayang kepadaku begitu kata
ibu. Dia bahkan mebacakan hadisnya yang kurang lebih artinya seperti ini
“Tanda Allah cinta, Allah akan menguji hamba-Nya. Dan Allah yang lebih mengetahui keadaan
hamba-Nya.” Ibu dan ayahlah yang memberiku semnagat untuk tetap menjalani hidup Sampai suatu ketika aku mendengar seseorang sedang mengaji, suaranya begitu menenangkan hati, aku tertarik dan berbicara kepada ibu, bolehkah ibu mengajariku mengaji? dengan senang hati dan sedikit terisak ibu memelukku dan mengiyakan akan mengajariku mengaji. Selepas sholat 5 waktu ibu atau ayah mengajariku mengaji, mereka mebacakan ayat perayat dan aku menghapalnya. Sampai pusing
kepalaku mengingat, tapi aku semakin tertarik dan semakin termotivasi untuk terus belajar.
Suatu ketika saat ingin menghampiri ibu, aku berjalan dengan hati-hati sambil menyusuri dinding seperti yang sudah diajarkan, aku mendengar ibu menangis tangisannya sangat pedih. Dia tersedu mengatakan lindungilah aku dan jadikanlah aku anak yang Sholeh, tak kuat menahan tangis aku segera menghampiri ibu, sambil tersuruk-suruk aku memeluk ibu dan mengatakan aku akan menjadi
apa yang ibu mau aku akan menghafal Al Qur’an supaya aku bisa memberikan mahkota untuk ibu dan ayah di surga nanti. Mendengar perkataan itu ibu mencium keningku dan kami menangis bersama.
Sejak kejadian itu aku semakin giat menghapal Al Qur’an bahkan menambah waktu talaranku. Dengan sangat setia dan telaten kedua orang tuaku mengajariku. Satu juz dua juz aku lewati dan aku hapalkan dengan sungguh sungguh.
Alhamdulillah setelah 10 bulan aku berhasil menghapal 30 juz Alquran. ibu dan ayah sampai menagis tersedu sedu mendengar aku melantunkan ayat suci Alquran dengan khidmat dan sungguh-
sungguh serta suara bergetar menahan tangis. Mereka terharu sekaligus bangga. Anak kecil yang memiliki keterbatasan jika mempunyai tekad dan semangat yang kuat bisa menghapal 30 juz Al Qur’an.
Walaupun aku masih kecil aku belajar banyak dari ayat-ayat Alquran yang aku hafal, karena ibu selalu menerjemahkan dan memberikan pengertian dari maksud ayat tersebut. Dengan kelemahanku
ini Allah memberikan kelebihan untuku, aku percaya Allah memberikanku cobaan ini karena Allah sayang padaku, jika kita mau berusaha Allah pasti memberikan kita jalan terbaik. Janganlah pernah
merasa rendah diri, karena dengan itu sama saja kita tidak menghargai ciftaan Allah swt.
Untuk ibu. Maaf aku tidak bisa memberikan banyak hal, hanya inilah yang bisa kuberikan mahkota surga diakhirat kelak, terimakasih ayah dan ibu aku sangat menyayangi kalian.
-Sopa Husni Nisa-
Komentar
Posting Komentar