KIPAYAH
Tepat Pukul 05.00 WIB. Aku bangun melaksanakan seperti biasanya, namun pada hari ini adalah hari dimana aku harus meninggalkan rumah, kenapa? Ya... Karena aku harus pergi berangkat ke pesantren. Sebenarnya sih aku tidak setuju, tapi setelah apa yang papah ucapkan sontak membuatku setuju. "Kalau kamu menolak, mau siapa nanti yang menyelamatkan papah sama mamah di akhirat?". Sebagai seorang anak, aku nggak mau menjadi beban orang tua, apalagi di akhirat kelak, mereka harus mempertanggung jawabkan perbuatanku di dunia. Perlahan aku pun mencoba harus bisa menerima.
Oh iya aku lupa memberi tahu namaku, aku DARA, aku baru lulus Smp dan sekarang aku beda dengan semua teman - teman yang dimana, mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang Sma/k. Sedangkan aku beda sendiri. Tidak apa lah.
Agak siang kami langsung berangkat, mamah membawakan barang - barang miliku yang sudah disiapkan tadi malam, kami pun langsung memulai perjalanan. Cukup jauh siih sampai memakan waktu 1 jam untuk sampai.
Sesudah sampai ke tempat yang dituju, papah langsung mengurus semua administrasi. Aku diantar oleh mamah ke kamar yang akan aku tinggali, ternyata aku ada teman sekamar, walau kelihatannya umur mereke 1 tahun lebih tua dibanding denganku. Aku lebih muda dari mereka, tapi tidak apa asalkan mereka mau menerimaku. Setelah selesai membereskan barang, sekarang waktunya untuk berpisah, yap mamah papahku kembali kerumah, kami pasti akan merindukan satu sama lain. Sebelum mereka berangkat pulang, aku memberikan pelukan terkahir pada mereka berdua.
Mulai sekarang, aku harus mulai berinteraksi dengan keadaan pesantren, yang pasti keadannya Pasti berbeda dengan keadaan di sekolah maupun di rumah, dan aku harus mempu merubah kebiasaan tidak baik, jangan manja sekarang aku harus mandiri, harus mampu menjaga diri. Yang biasanya mencuci baju oleh mama, disini aku harus bisa mencuci baju sendiri, makan pun dijadwal, nggak kayak dirumah bisa nentuin sendiri jadwal makan, disini ditentuin oleh pak Ustadz. Beda lah pokoknya sama kebiasaan sehari hari di rumah.
Lambat laun memulai kegiatan - kegiatan yang ada di pesantren seperti pada umumnya. Beruntung aku bisa masuk pesantren, selain belajar mandiri, disini juga kekeluargaannya pun sangat peduli, jadi tidak terlalu kesepian.
Dua Tahun berjalan sekarang aku harus mewakili pesantren untuk menjadi peserta dalam Lomba Tahfid Qur'an. Setelah Rutin berlatih dan menghafal, Syukur Allhamdulillah aku mendapatkan juara ke - 3, seisi pesantren gembira setelah tahu mendapatkan juara meskipun bukan sebagai jura pertama. Tidak lupa mamah papahku juga langsung mengadakan acara syukuran di rumah atas kemenanganku.
Setelah Lima tahun menimba ilmu di pesantren aku memutuskan untuk pulang ke rumah. Tak sabar rasanya untuk melapas rindu selama ini tidak pernah bertemu lagi.
Benar saja aku disambut manis oleh mereka, air mata bahagia dikeluarkan terutama Mamah. Langsung diberi pelukan Pertemuan oleh mereka, "anak papah makin cantik, lah kok sekarang makin tinggi kamu". Ucap papah sambil mengelus kepala. "Sudah cukup, kamu pasti lapar apalagi kamu ngga pernah makan lagi masakan mamah". "Ayo langsung makan sudah engga sabar nih laper hehe", Sambil menuju ruang makan.
Tempatnya tidak banyak berubah masih sama, begitupun dengan masakan mamah hanya saja rasanya semakin enak, disaat makan papah tiba - tiba Berkata "Nak, bisakah kamu setelah sholat maghrib mengajari kami untuk mengaji? Kami dari dulu buta Huruf Al - Qur'an, di keluarga ini hanya kamu lah yang bisa membacanya." Dengan Penuh hormat aku bersedia pah, mah. "Terimakasih nak" ucap mamah sambil tersenyum. Keadaan kembali seperti semula menikmati makanan.
Sholat maghrib telah kami laksanakan sesuai perintah papah, aku sudah siap sedia. Ternyata papah sudah menyiapkan buku iqro'. Posisi mamah di sebelah kiri dan papa disebelah kanan. Sedangkan diriku berada di depan mereka, keaddan ini membuatku tidak enak terhadap mereka, ya tapi mau bagaimana lagi sudah perintah dari papah.
Saat sedang membaca, tatapan mereka sesekali menoleh kearahku, sontakmembuatku malu dan gugup.
Sekitar satu jam kurang adzan isya berkumandang, dan kami memutuskan untuk mengakhiri pengajian. Mereka berdua tiba - tiba bersujud dan mengucapkan terima kasih dihadapanku. "Mah, pah hentikan" mereka memelukku amat erat 'terimakasih nak berkatmu kami mulai bisa untuk membaca al - qur'an meskipun sedikit, kini kau telah mewakili keluarga ini apa yang dari dulu tidak bisa kami wujudkan, sekarang kau sudah bisa mewakili itu", "Tak apa, aku ikut senang. Meskipun aku juga masih belum sepenuhnya bisa".
Sebelum sholat, papah memberikanku sebuah kunci, " nak, papah berikan kunci untuk mendirikan sekolah agama, dan juga pengajian, dan kamu sudah tahu kan dari dulu anak - anak tidak ada bisa yang mengaji, bimbinglah mereka, manfaatkan ilmu yang telah kau dapatkan di pesantren". Aku gelisah, karena tiba - tiba diberikan kepercayaan yang amat berat, tapi lebih berat lagi kalau aku tidak memanfaatkan ilmu itu, lagipula benar juga kata papah, mungkin kalau aku ngga belajar di pesantren sampai sekarang aku tidak pernah bisa mengaji sampai sekarang.
"Baik Pak Inshaallah aku siap asalkan mamah sama papah selalu mendukung aku". "Syukurlah, kalau kamu setuju. Jika kamu mengajarkan mengaji ke warga kampung, inshaallah kampung ini tidak lagi mempunyai beban dosa, karena dengan bisa nya kamu sudah mewakili satu kampung ini". Perasaan bangga dan senang aku rasakan, berarti mulai besok aku sudah mempunyai pekerjaan sebagai seorang guru agama, tak apa lah mulai sekarang tujuanku menjadikan anak - anak disini bisa membaca Al - Qur'an.
-Dian sapurta-
Komentar
Posting Komentar