Cinta Dalam Doa

Sudah menjadi kebiasaanku akhir-akhir ini, begitu sampai ke sekolah aku selalu menyempatkan diri berkunjung ke perpustakaan sekadar untuk membaca buku atau hanya duduk menyendiri sambil 
berharap dia lewat di koridor sekolah. Sudah terhitung dua hari aku tak melihatnya. 

Kriingg ... Bel pun berbunyi, aku bergegas pergi ke kelas. 
Seperti biasa kursinya masih kosong. “Ke mana dia?” gumamku dalam hati. 

Entah sebuah kebetulan atau apa, tiba-tiba dia yang kubicarakan tadi itu datang juga. 

Dia pun langsung duduk di kursinya tepat di seberang sebelah kiri tempat dudukku. 

Tiba-tiba, Azizah sahabatku datang menghampiriku . “Assalamualaikum Nis, aku perhatikan dari kamu dari tadi senyum-senyum sendiri, kenapa?” tanyanya seraya duduk di sampingku. 
“Waalaikumussalam, gak apa-apa kok, cuma lagi senang aja,” jawabku sambil tersenyum. 

Aku melihat Azizah mengangguk paham, kemudian dia pun kembali fokus dengan buku novel yang berada di genggaman nya. Aku pun menolehkan kepalaku untuk sekadar melihat dia, ternyata dia sedang khusyuk membaca Alquran. Aku pun tersenyum melihat nya. 

Semua siswa di kelasku terlihat riang, asyik mengobrol bersama teman yang lain. Riuh di kelas pun seketika menjadi mereda saat guru mata pelajaran masuk ke dalam kelas.

* * *

Sekarang sudah waktunya istirahat. Azizah mengajakku pergi ke kantin. Di kantin aku melihat dia, kami berpapasan tanpa sengaja, tetapi aku merasa ada yang aneh darinya yang membuat hatiku semakin bertanya-tanya. Dia memalingkan muka lalu pergi dari hadapanku dan juga Azizah. 

“Nis, kamu kenapa, kok melamun?” tanya Azizah mengagetkanku. 

Aku pun tersadar, dan langsung menoleh ke arah Azizah yang menatapku penuh tanda tanya. 
“Em—enggak kok. Mending sekarang kita pesan makanan aja yuk, aku sudah lapar nih.” ucapku 

berusaha mengalihkan pembicaraan. 
Azizah pun mengangguk, lalu segera menarik tanganku menuju kedai bakso yang berada di kantin sekolah. 

* * *

Hari ini cuaca agak mendung, mungkin sekarang sudah masuk musim hujan. Pelan kulangkahkan kaki ini menuju rumahku tetapi hujan memaksaku untuk berteduh. Terpaksa aku berteduh di gerbang sekolah, meskipun aku takut sendiri dan hari sudah mulai sore, kuberanikan diri menunggu hujan mulai mereda. 
Aku merasakan seperti ada seseorang di belakangku, aku takut sungguh aku takut dan ...
“Assalamualaikum,” suara itu membuatku kaget, setelah aku menoleh ternyata dia, yang aku kagumi sejak dulu.
“Waalaikumussalam” jawabku seraya menunduk
“Belum pulang?” tanya nya. 
“Be–belum, aku lagi nungguin hujan reda,” jawabku sedikit terbata-bata. 
“Oh nungguin hujan reda, kayaknya masih lama deh, aku bawa payung, nih kamu pakai yah, enggak baik anak gadis jam segini belum pulang, sekarang hari udah mulai gelap,” jawab dia seraya menyodorkan payung padaku. 
“Kamu sendiri kenapa belum pulang? Kamu mau pulang pakai apa? Masa hujan-hujanan,” jawabku sekenanya. 
“Aku ada latihan basket tadi, gampang kok, kan aku bawa jaket, udah pakai payung ini aja saja, gak baik nolak pemberian orang,” jawabannya yang membuatku segan untuk menolak. 
“Ya sudah aku terima, terimakasih ya, nanti aku kembalikan payung nya,” kuterima tawaran payung dia, lagi pula gak ada salahnya dari pada menunggu hujan reda yang tak tahu entah kapan 
redanya. 
“Iya, ya sudah aku pulang duluan yah, assalamualaikum,”
“Waalaikumussalam,” jawabku. Kulihat dia berlari menerobos guyuran air hujan dan perlahan kumeninggalkan sekolah menuju rumah.

* * *

Tepat pukul dua pagi aku terbangun, aku pun berniat untuk melaksanakan salat tahajud.Sesegera mungkin aku mengambil air wudu dan bergegas untuk salat. 

Ya Allah, Tuhan kami, segala puji bagi-Mu, Engkau penegak langit, bumi, dan makhluk di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau penguasa langit, bumi, dan makhluk di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau cahaya langit, bumi, dan makhluk di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau Maha Benar. Janji-Mu benar. Pertemuan dengan-Mu kelak itu benar. Firman-Mu benar adanya. Surga itu nyata. Neraka pun demikian. Para nabi itu benar. Demikian pula Nabi Muhammad SAW itu benar. 
Hari Kiamat itu benar.’

'Ya Tuhanku, hanya kepada-Mu aku berserah. Hanya kepada-Mu juga aku beriman. Kepada-Mu aku pasrah. Hanya kepada-Mu aku kembali. Karena-Mu aku rela bertikai. Hanya pada-Mu dasar 
putusanku. Karenanya ampuni dosaku yang telah lalu dan yang terkemudian, dosa yang 
kusembunyikan dan yang kunyatakan, dan dosa lain yang lebih Kau ketahui ketimbang aku. Engkau Yang Maha Terdahulu dan Engkau Yang Maha Terkemudian. Tiada Tuhan selain Engkau. Tiada daya 
upaya dan kekuatan selain pertolongan Allah.’

'Ya Allah, hamba memohon cinta-Mu, cinta seorang yang mencintai-Mu, dan cinta amal yang membawaku ke samping-Mu. Jadikan Engkau lebih aku cintai dari pada selain-Engkau. Jadikan cintaku pada-Mu dapat membimbingku pada ridho-Mu. Jadikanlah kerinduanku pada-Mu sehingga mencegahku dari maksiat. Anugrahkanlah padaku pandangan-Mu.Tataplah diriku dengan pandangan kasih sayang. Jangan palingkan wajah-Mu dariku. Jadikanlah aku di antara para penerima anugerah dan karunia-Mu. Wahai Dzat yang Maha Pemberi Ijabah. Ya Arhamar rahimin.’

Cukup panjang doa yang aku panjatkan, selain meminta petunjuk aku juga meminta rezeki yang cukup, dan umur yang panjang untukku dan juga orang-orang terdekatku, serta kepada semua orang-orang mukmin. Tak lupa juga aku mencurahkan segalanya kepada Sang Maha Kuasa.

Seusai salat, aku pun langsung membuka Alquran dan membaca surah Ar-Rahman.

Setelah selesai membaca Alquran, aku melangkahkan kakiku menuju meja belajar, dan langsung mengeluarkan buku diary kesayanganku dari dalam laci meja. Jari jemariku bergerak lincah diatas buku diary seraya mencurahkan apa yang ada di dalam hatiku. 

Ketika Kau Menyapa

Jantungku berdetak tak menentu
Saatku menatapmu
Senyummu menghangatkan mimpiku
Kau berhasil mewarnai hari-hariku 
Ku mengagumimu dalam diamku
Ku hanya ingin kau tahu
Ku mengagumimu dalam bayang semu
Aku di sini hanya mampu terdiam dan terpaku
Melihat indahnya pelangi di wajahmu
Andai kau tahu perasaan ini
Perasaan yang telah lama kupendam

* * *

Zikri ... Itulah nama ikhwan yang aku kagumi, bukan karena parasnya melainkan karena kesederhanaannya. Hari ini aku berniat ingin mengembalikan payung yang kemarin ia pinjamkan untukku. 
“Assalamualaikum Zikri,” sapaku. 
“Waalaikumussalam Nis, ada apa?” kata Zikri padaku. 
“Em–ini aku ingin mengembalikan payung ini,” mataku sambil memberikan payung miliknya. 
“Oh ini, padahal kalau kamu masih perlu, ambil saja,”
“Enggak kok, makasih sebelumnya,” ucapku. 

* * *

Ujian sekolah pun telah kulewati, saatnya menunggu hasil dan mempersiapkan segala sesuatu nanti jika lulus. “Mungkin nanti aku tidak akan melihat nya lagi,” sahutku dalam hati. 

Hari demi hari pun berlalu, kini aku tengah mempersiapkan keberangkatan ku ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan di salah satu universitas negeri.

“Nisa, kamu kenapa bengong nak?” tanya Umiku. 
“E–enggak kok Umi,” jawabku seraya tersenyum ke arah Umi. 
“Ya sudah, ayo sekarang kita berangkat, abi mu sudah menunggu kita di mobil,” kata Umi. 

‘Selamat tinggal Cianjur, dan selamat tinggal juga Zikri' batinku. 

* * *

Lima tahun telah berlalu, aku kini telah bergelar S. Pd. I atau Sarjana Pendidikan Islam. Dan aku juga sudah bekerja sebagai guru di salah satu pondok pesantren milik abi. Semenjak aku pergi meninggalkan kota Cianjur, aku tak mendapatkan kabar lagi tentang Zikri, mungkin ia sudah bekerja atau sudah menikah, aku tak tahu. 

Lamunanku buyar ketika seseorang mengetuk pintu kamarku. 

“Nisa, ini ada surat untuk kamu,” kata Umiku menghampiriku sambil menyodorkan 
surat padaku. 
“Dari siapa Umi?” tanyaku. 
“Umi enggak tahu Nak, tadi saja Umi dapat surat itu dari tukang pos, tapi beliau tidak 
memberitahu siapa pengiriman nya,” jelas Umiku. 
“Baiklah Umi, terimakasih Umi,”
Setelah kepergian umi, aku langsung membuka surat itu. 

Assalamualaikum, Nisa apa kabar? Kamu pasti bertanya-tanya surat ini dari siapa, 
hehe. Maaf aku tahu ini memang tidak sopan, tapi aku kurang bisa kalau berbicara langsung. Aku langsung ingin to the point, aku hanya ingin jujur, kalau selama ini aku mempunyai sebuah 
perasaan yang indah untukmu yang tidak bisa kulukiskan. Tetapi aku tidak ingin membuatmu menjadi terjerumus ke dalam hal-hal yang diharamkan Allah SWT., maka dari itu, aku hanya ingin menyampaikan perasaan ini dan tidak berharap untuk menjalin hubungan spesial denganmu (pacaran). Aku juga tidak ingin memberikan sebuah pengharapan yang belum pasti. Kamu tenang saja, tulang rusuk tidak akan tertukar. Aku, kamu akan tetap menjadi kita walaupun tanpa ikatan ‘pacaran'. Allah sudah menentukan semuanya, InshaAllah kalau nanti 
kita berjodoh, kita akan di persatukan dengan sebuah ikatan yang suci dan hakiki. Yakinlah...! 
Wassalamualaikum ...” (Zikri). 

Aku seperti sedang melayang di angkasa, kata-katanya sangat membuatku
tersentuh sangat romantis. Aku menyunggingkan senyumku sangat lebar. Dan kemudian aku pun langsung membawa surat itu ke dalam dekapanku. 

* * *

Selain mengajar di pesantren, aku juga mencoba mendirikan usaha dengan modalku sendiri, usaha toko buku-buku islami yang alhamdulillah berkembang pesat, dan juga sudah memiliki beberapa 
cabang di kota-kota lain. 
“Annisa?” panggil seseorang. 
Aku yang sedang merapikan buku di toko pun, langsung menengadahkan kepalaku. Dan aku pun terkejut saat melihat siapa yang memanggilku. 
“Zikri?” kagetku. 

Pertemuan tak disangka sedang itu dilangsungkan dengan menceritakan pengalaman masing-masing. Dari obrolan ini, aku tahu selama ini di sela-sela kesibukannya dia selalu mencari informasi tentangku, tapi yang ia tahu hanya kalau aku tinggal di Bandung, itu saja.

Pagi yang cerah untuk Kota Kembang, sejuk sekali, dari kejauhan kulihat sekelompok rombongan dan semakin lama semakin dekat dengan rumahku, hingga sekarang tepat pada di depanku 
aku kaget di dalam rombongan itu terdapat Zikri dan orang tuanya. Hari itu aku dilamar oleh Zikri. 

“Ya Allah, apa ini yang namanya jodoh takkan ke mana, meskipun aku telah berpisah dengannya sekian lama, tetapi Kau telah mempertemukanku kembali dengannya, terimakasih Ya Allah, 
karena Engkau telah menjawab semua doa-doaku.” batinku berbisik dan aku hanya bisa tersenyum bahagia.

Jatuh cintalah kepada Allah terlebih dahulu, maka pada saatnya nanti Allah pasti akan memberimu seseorang yang tepat dan pantas untukmu, karena jodoh merupakan cerminan dari diri kita sendiri. Untuk itu kita sebagai makhluk-Nya harus lebih giat berusaha dan selalu berdoa
meminta agar dapat di pertemukan dengan jodoh kita, jodoh kita yang mencari dan Allah SWT yang menentukan nya.




-Siti Nur Awaliyah-


Komentar